SMK Pelayaran Muhammadiyah Tuban - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyiapkan peta jalan (road map) pembangunan industri perkapalan di Indonesia tahun 2012-2025. Industri ini pun diharapkan bisa memproduksi dan mereparasi semua jenis kapal dari yang berukuran kecil hingga besar.
Salah satu sasarannya, pada 2020, klaster industri perkapalan nasional sudah mampu memproduksi kapal berkapasitas 200 ribu ton bobot mati (dead weight tonnage/DWT). "Semua jenis kapal, mulai dari kapal barang, kapal penumpang, dan kapal tanker bisa diproduksi. Segmen reparasi juga harus sudah bisa mempunyai kemampuan untuk 200 ribu DWT," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Rabu (26/12).
Sementara itu, lanjut dia, pemerintah akan meningkatkan kemampuan desain dan rekayasa kapal guna mendukungnya, melalui pengembangan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN). Industri bahan baku dan komponen lokal, serta pengembangan pusat peningkatan keterampilan SDM perkapalan juga terus ditingkatkan.
Pemerintah pun akan mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri sebagai base load untuk pengembangan industri perkapalan. Selain itu, kerja sama dengan industri perkapalan di negara lain yang sudah maju juga akan terus didorong.
Kawasan khusus industri galangan kapal juga akan dikembangkan untuk menarik investor asing dan lokal. "Dukungan lainnya, terkait kebijakan perbaikan iklim usaha, seperti soal pajak, suku bunga, dan tata niaga," kata Hidayat.
Dalam peta klaster industri perkapalan nasional, Kemenperin menetapkan, pada 2015-2020, produksi pelat dengan ketebalan hingga 30 milimeter (mm) sudah harus tumbuh dan berkembang di dalam negeri. Selain itu, PDRKN ditargetkan mampu menyuplai kebutuhan desain galangan kapal nasional.
Pada 2015, Indonesia diharapkan sudah memiliki kemampuan mereparasi kapal berkapasitas 150 ribu DWT. "Tahun 2015, kita sudah harus mampu membangun kapal berbagai jenis tipe dengan kapasitas hingga 85 ribu DWT," imbuh dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenperin Anshari Bukhari menuturkan, guna mendukung industri perkapalan nasional, pemerintah akan memberikan insentif bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Kebijakan ini diperlukan agar industri perkapalan di Tanah Air berkembang pesat.
Selama ini, importasi kapal secara utuh tidak dikenakan bea masuk (BM), sedangkan impor bahan bakunya dikenakan BM. Kondisi tersebut mengakibatkan industri di dalam negeri tertekan dan kurang berkembang.
Karena itu, program insentif BMDTP untuk impor bahan baku kapal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri akan diberikan. "Pemberian insentif BMDTP dibutuhkan karena investasi di sektor hulu industri galangan kapal memerlukan modal besar," katanya.
Investasi dan Perkembangan
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi pernah menuturkan, industri komponen galangan kapal di dalam negeri membutuhkan investasi sekitar Rp 10 triliun pada tier I dan II. Saat ini, sebagian besar industri utama galangan kapal nasional juga umumnya merangkap sebagai pembuat komponen.
Secara bertahap, semua pekerjaan komponen yang selama ini dipegang industri utama harus dialihkan sepenuhnya ke industri komponen murni. Dengan demikian, industri utama galangan kapal bisa memacu produktivitasnya atau melakukan reparasi.
"Untuk skala ekonomis, setiap pelaku industri perkapalan setidaknya butuh investasi tambahan Rp 50-100 miliar per unit," kata Budi.
Saat ini, jumlah pelaku industri galangan kapal nasional telah mencapai 250 perusahaan, dengan potensi kapasitas produksi mencapai 700 ribu DWT. Sedangkan segmen reparasi sebenarnya sudah mampu melayani kapal hingga kapasitas 10 juta DWT.
Namun, industri kapal nasional baru mampu membangun kapal berukuran 50 ribu DWT dan reparasi untuk 150 ribu DWT. "Padahal, potensi industri perkapalan nasional kita sangat besar. Karena itu, daya saingnya masih perlu ditingkatkan," lanjut Hidayat.
Ketua Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Indonesian National Shipowner's Association (INSA) Djoni Sutji menyampaikan, investasi pengadaan armada kapal di Indonesia sepanjang tahun 2005-2014 mencapai US$ 14 miliar (Rp 135,28 triliun). Angka tersebut masih akan terus bertambah karena kebijakan pelayaran di dalam negeri harus dilayani kapal berbendera nasional (cabotage).
Menurut dia, hingga sebelum diberlakukannya asas cabotage pada Mei 2011, jumlah kapal yang beroperasi di dalam negeri baru berjumlah sekitar 6 ribu unit dengan kapasitas 6 juta gross tonage (GT). Sekarang, jumlahnya telah meningkat menjadi 11.600 unit dengan kapasitas 18,4 juta GT.
"Investasi perkapalan akan terus bertambah, terutama karena semakin banyaknya permintaan di sektor offshore (lepas pantai). Apalagi, 70% kegiatan migas kita itu ada di laut," kata Djoni.
Tidak ada komentar
Terimakasih telah berkunjung di Website Resmi SMK Pelayaran Muhammadiyah Tuban